Pernah punya kucing yang begitu menggemaskan? Kucing yang sampai-sampai hampir setiap kamu melihatnya, you’ll whisper unwittingly, “you’re the cutest creature I’ve ever seen.” Pernah punya kucing yang membuat kamu merasa paling istimewa? Kucing yang jutek hampir pada setiap orang, tapi begitu manis kepadamu. Pernah punya kucing yang hampir selalu tau saat-saat berat dalam hidup kamu? Kucing yang seolah bisa merasa kesedihanmu, lalu menemanimu sambil memijit lenganmu. Pernah punya kucing yang sangat terganggu melihat kamu menangis? Kucing yang dengan panik mengeong-ngeong seolah memohon padamu untuk berhenti menangis. Pernah punya kucing yang akan mencarimu kemana pun saat mendengar suara tangis palsumu? Kucing yang berlarian ke tempat kamu berada ketika kamu mengeluarkan suara tangis palsu, seolah-olah kamu adalah anaknya yang harus dia rawat. Pernah punya kucing yang dengan mendengar suara dengkurannya akan membuat kamu merasa sangat nyaman? Kucing yang dengan rela perutnya dijadikan bantal nyaman hanya supaya kamu bisa mendengar suara dengkurnya yang lembut. Pernah punya kucing yang tidak pernah mau menggunakan cakarnya kepadamu? Kucing yang ketika diganggu bagaimana pun olehmu hanya akan menggertak dengan mengayunkan cakarnya kepadamu, lalu memasukkan kukunya tepat sebelum mengenai kulitmu. Pernah punya kucing yang membuatmu merasa penting? Kucing yang menggulung-gulung diri di pakaian kotormu ketika kamu tidak ada di rumah, kucing yang hanya mau disuapi makan olehmu ketika sakit. Pernah punya kucing yang bisa memijit lengan dan kaki? Kucing yang memijit dengan hebat, dengan dua kaki belakangnya, bukan dengan kaki depan, jadi pegal-pegal di lenganmu bisa hilang, dan cara memanggilnya untuk memiijit cukup dengan pura-pura menangis, hee.
The Chronicles of Nyanyaa
THE CHRONICLES OF NYANYAA
Ini Kisah Nyata - Ini Kisah Nyanyaa
Ini Kisah Nyata - Ini Kisah Nyanyaa
Sunday, January 13, 2013
Teteh Sayang Lulu, Selalu
Pernah punya kucing yang begitu menggemaskan? Kucing yang sampai-sampai hampir setiap kamu melihatnya, you’ll whisper unwittingly, “you’re the cutest creature I’ve ever seen.” Pernah punya kucing yang membuat kamu merasa paling istimewa? Kucing yang jutek hampir pada setiap orang, tapi begitu manis kepadamu. Pernah punya kucing yang hampir selalu tau saat-saat berat dalam hidup kamu? Kucing yang seolah bisa merasa kesedihanmu, lalu menemanimu sambil memijit lenganmu. Pernah punya kucing yang sangat terganggu melihat kamu menangis? Kucing yang dengan panik mengeong-ngeong seolah memohon padamu untuk berhenti menangis. Pernah punya kucing yang akan mencarimu kemana pun saat mendengar suara tangis palsumu? Kucing yang berlarian ke tempat kamu berada ketika kamu mengeluarkan suara tangis palsu, seolah-olah kamu adalah anaknya yang harus dia rawat. Pernah punya kucing yang dengan mendengar suara dengkurannya akan membuat kamu merasa sangat nyaman? Kucing yang dengan rela perutnya dijadikan bantal nyaman hanya supaya kamu bisa mendengar suara dengkurnya yang lembut. Pernah punya kucing yang tidak pernah mau menggunakan cakarnya kepadamu? Kucing yang ketika diganggu bagaimana pun olehmu hanya akan menggertak dengan mengayunkan cakarnya kepadamu, lalu memasukkan kukunya tepat sebelum mengenai kulitmu. Pernah punya kucing yang membuatmu merasa penting? Kucing yang menggulung-gulung diri di pakaian kotormu ketika kamu tidak ada di rumah, kucing yang hanya mau disuapi makan olehmu ketika sakit. Pernah punya kucing yang bisa memijit lengan dan kaki? Kucing yang memijit dengan hebat, dengan dua kaki belakangnya, bukan dengan kaki depan, jadi pegal-pegal di lenganmu bisa hilang, dan cara memanggilnya untuk memiijit cukup dengan pura-pura menangis, hee.
Saya punya kucing yang seperti itu, ‘pernah’
punya, namany Lulu, dibeli di sebuah cat breeder sembilan tahun lalu dengan
sepenuh usaha dan air mata. Saat itu saya masih SMP, uang jajan masih seadanya,
demi mengumpulkan uang untuk membeli kucing yang (bagi saya)keterlaluan
mahalnya, saya harus benar-benar berhemat, makan makanan bekal dari rumah, atau
berlapar-lapar kalau perlu, demi mengadopsi kucing lucu yang kemudian saya
namai Lulu (walaupun akhirnya, saya hanya berhasil menyumbangkan 1/6 dari harga
Lulu, hee).
Sembilan tahun lalu, saya pernah menangis
malam-malam, agak frustasi saat itu, 2 bulan usaha menabung, hanya menghasilkan
uang dua ratus ribu lebih sedikit, harga kucing idaman saya saat itu rata-rata
1,2 juta, aduh, there’s still a long long long way to go through. Malam-malam
di sembilan tahun setelah itu, yang saya tangisi adalah kucing yang sama, menyuapinya
sambil berkata, “kamu harus sembuh Lulu.” Sekarang, drama-drama air mata untuk
mendapatkan dan mempertahankan Lulu sudah berakhir, ya, Lulu sudah pergi selama-lamanya
dari hidup saya.
Lulu mulai malas makan seminggu yang lalu,
berlanjut terus sampai akhirnya dia pergi siang ini. Sakitnya Lulu kali ini
beda, rasanya seperti sudah punya firasat bakal ditinggal selamanya. Salah satunya
karena Lulu sempat menghilang dua kali selama sakitnya, mengurung diri di
gudang atas yang susah dijangkau manusia, cuma bisa diakses dengan membuka
genting atap rumah. Entah kenapa, semua kucing yang pernah saya pelihara selalu
menghilang tiba-tiba saat akan pergi selamanya, tidak pernah mau sakit dan
meninggal di depan saya, mungkin memang begitu kelakuan kucing peliharaan. Jadi
ketika Lulu hilang saat sakit, saya sudah frustasi dan merasa janggal. Susah
payah saya buang semua pikiran buruk, karena memang begitu kan, siapapun di
dunia tidak ada yang bisa mengira-ngira tentang kematian. Maka setiap hari saya
menyemangati (atau mungkin membebani) Lulu dengan berkata, “Lulu, ayo cepet
sembuh,” “Lulu, kamu harus sembuh,” “Lulu, ayo dong sembuh, Lulu kan janji ga
akan ninggalin teteh sebelum teteh nikah,” “Lulu, sembuh dong, inget ya, Lulu
ga boleh ninggalin teteh,” “Luluuu, sembuh, kalo Lulu ga ada, teteh sama
siapaaa,” dan kalimat-kalimat serupa lainnya. Sampai akhirnya, malam kemarin,
entah kenapa, saya ungkapkan semua yang menurut saya harus saya sampaikan ke Lulu,
hal-hal yang saya ingin Lulu dengar. Bukan lagi kalimat memintanya untuk sehat,
tapi kalimat-kalimat terima kasih, maaf, dan sayang. Lulu harus mendengar
betapa saya berterima kasih atas keberadaan dan segala yang dia lakukan dalam
hidup saya, Lulu harus mendengar betapa saya menyesal atas segala kelalaian
saya dalam merawatnya selama sembilan tahun ini, Lulu harus mendengar betapa
saya sangat menyayanginya, betapa dia sangat berharga dalam hidup saya. Dan entah
kenapa saat itu saya juga berkata, “Lulu, kalau emang Lulu mau pergi, jangan
terlalu sakit ya (sakaratul mautnya).” Sambil mendengar semuanya, Lulu
sedikit-sedikit mengibaskan ekornya dengan lemah, membuat suara dengkuran pelan
yang membuat hati nyaman, hal yang pastinya dilakukan Lulu dengan sisa
tenaganya dan susah payah. Saya yang sudah bergelimang air mata lalu
meninggalkan Lulu sebentar untuk mengambil tisu. Ketika kembali, Lulu saya
dapati sudah hilang. Saya yang mengira Lulu kabur ke gudang atas lagi lalu
marah, “Lulu, kamu jahat, makan ga mau, tapi bisa kabur ke atas.” Begitulah,
saya merasa ditinggal olehnya. Karena begadang, saya tidur setelah subuh, tidur
begitu saja tanpa tahu, Lulu tersayang sebenarnya sedang tidur tepat di bawah
saya, di kolong tempat tidur. Entahlah, Lulu semacam tidak mau dilihat
bagaimana dia meninggal tapi ingin ada di dekat saya. Kalau saja saya tau
sebelumnya kalau Lulu tidur di bawah saya, saya mungkin akan mengangkatnya dan
membuatnya tidur di samping saya, dan saya tidak perlu memanggil-manggilnya untuk
turun dari gudang sambil memarahinya. Saya terbangun saat masih pagi karena
mendengar sesuatu di bawah kasur, setelah memanggil-manggil, “Lulu? Lulu?” dan
tidak ada reaksi lagi, saya yang setengah sadar pun tidur lagi, yep, tolol.
Terbangun lagi agak siang, karena mendengar nafas tersengal di bawah kasur,
langsung benar-benar bangun dan berdiri kali ini. “Lulu? Lulu?” tidak ada
reaksi lagi, tapi saya yakin Lulu ada di sana. Langsung saja saya bongkar
tempat tidur itu, agak lama, karena kasurnya besar dan tipikal spring bed lama,
berat, belum lagi kamar yang sempit oleh barang-barang membuatnya susah untuk
bergerak. Setelah lama berkutat dengan kasur, akhirnya saya melihat gumpalan
bulu putih abu itu, tergeletak di bawah sana, saya raba flesh pad-nya yang lembut,
dingin, Lulu sudah pergi, selama-lamanya. Saya terus terpaku di sana sampai
akhirnya kakak laki-laki saya datang, menghampiri, memeluk dan menenangkan saya,
membantu saya menerima kepergiannya. Iya, Lulu sudah pergi, apa lagi yang kita
bisa lalukan selain menerima.
Selamat jalan Lulu, terima kasih untuk segalanya,
teteh sayang Lulu, selalu.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Sunday, January 13, 2013
Teteh Sayang Lulu, Selalu
Pernah punya kucing yang begitu menggemaskan? Kucing yang sampai-sampai hampir setiap kamu melihatnya, you’ll whisper unwittingly, “you’re the cutest creature I’ve ever seen.” Pernah punya kucing yang membuat kamu merasa paling istimewa? Kucing yang jutek hampir pada setiap orang, tapi begitu manis kepadamu. Pernah punya kucing yang hampir selalu tau saat-saat berat dalam hidup kamu? Kucing yang seolah bisa merasa kesedihanmu, lalu menemanimu sambil memijit lenganmu. Pernah punya kucing yang sangat terganggu melihat kamu menangis? Kucing yang dengan panik mengeong-ngeong seolah memohon padamu untuk berhenti menangis. Pernah punya kucing yang akan mencarimu kemana pun saat mendengar suara tangis palsumu? Kucing yang berlarian ke tempat kamu berada ketika kamu mengeluarkan suara tangis palsu, seolah-olah kamu adalah anaknya yang harus dia rawat. Pernah punya kucing yang dengan mendengar suara dengkurannya akan membuat kamu merasa sangat nyaman? Kucing yang dengan rela perutnya dijadikan bantal nyaman hanya supaya kamu bisa mendengar suara dengkurnya yang lembut. Pernah punya kucing yang tidak pernah mau menggunakan cakarnya kepadamu? Kucing yang ketika diganggu bagaimana pun olehmu hanya akan menggertak dengan mengayunkan cakarnya kepadamu, lalu memasukkan kukunya tepat sebelum mengenai kulitmu. Pernah punya kucing yang membuatmu merasa penting? Kucing yang menggulung-gulung diri di pakaian kotormu ketika kamu tidak ada di rumah, kucing yang hanya mau disuapi makan olehmu ketika sakit. Pernah punya kucing yang bisa memijit lengan dan kaki? Kucing yang memijit dengan hebat, dengan dua kaki belakangnya, bukan dengan kaki depan, jadi pegal-pegal di lenganmu bisa hilang, dan cara memanggilnya untuk memiijit cukup dengan pura-pura menangis, hee.
Saya punya kucing yang seperti itu, ‘pernah’
punya, namany Lulu, dibeli di sebuah cat breeder sembilan tahun lalu dengan
sepenuh usaha dan air mata. Saat itu saya masih SMP, uang jajan masih seadanya,
demi mengumpulkan uang untuk membeli kucing yang (bagi saya)keterlaluan
mahalnya, saya harus benar-benar berhemat, makan makanan bekal dari rumah, atau
berlapar-lapar kalau perlu, demi mengadopsi kucing lucu yang kemudian saya
namai Lulu (walaupun akhirnya, saya hanya berhasil menyumbangkan 1/6 dari harga
Lulu, hee).
Sembilan tahun lalu, saya pernah menangis
malam-malam, agak frustasi saat itu, 2 bulan usaha menabung, hanya menghasilkan
uang dua ratus ribu lebih sedikit, harga kucing idaman saya saat itu rata-rata
1,2 juta, aduh, there’s still a long long long way to go through. Malam-malam
di sembilan tahun setelah itu, yang saya tangisi adalah kucing yang sama, menyuapinya
sambil berkata, “kamu harus sembuh Lulu.” Sekarang, drama-drama air mata untuk
mendapatkan dan mempertahankan Lulu sudah berakhir, ya, Lulu sudah pergi selama-lamanya
dari hidup saya.
Lulu mulai malas makan seminggu yang lalu,
berlanjut terus sampai akhirnya dia pergi siang ini. Sakitnya Lulu kali ini
beda, rasanya seperti sudah punya firasat bakal ditinggal selamanya. Salah satunya
karena Lulu sempat menghilang dua kali selama sakitnya, mengurung diri di
gudang atas yang susah dijangkau manusia, cuma bisa diakses dengan membuka
genting atap rumah. Entah kenapa, semua kucing yang pernah saya pelihara selalu
menghilang tiba-tiba saat akan pergi selamanya, tidak pernah mau sakit dan
meninggal di depan saya, mungkin memang begitu kelakuan kucing peliharaan. Jadi
ketika Lulu hilang saat sakit, saya sudah frustasi dan merasa janggal. Susah
payah saya buang semua pikiran buruk, karena memang begitu kan, siapapun di
dunia tidak ada yang bisa mengira-ngira tentang kematian. Maka setiap hari saya
menyemangati (atau mungkin membebani) Lulu dengan berkata, “Lulu, ayo cepet
sembuh,” “Lulu, kamu harus sembuh,” “Lulu, ayo dong sembuh, Lulu kan janji ga
akan ninggalin teteh sebelum teteh nikah,” “Lulu, sembuh dong, inget ya, Lulu
ga boleh ninggalin teteh,” “Luluuu, sembuh, kalo Lulu ga ada, teteh sama
siapaaa,” dan kalimat-kalimat serupa lainnya. Sampai akhirnya, malam kemarin,
entah kenapa, saya ungkapkan semua yang menurut saya harus saya sampaikan ke Lulu,
hal-hal yang saya ingin Lulu dengar. Bukan lagi kalimat memintanya untuk sehat,
tapi kalimat-kalimat terima kasih, maaf, dan sayang. Lulu harus mendengar
betapa saya berterima kasih atas keberadaan dan segala yang dia lakukan dalam
hidup saya, Lulu harus mendengar betapa saya menyesal atas segala kelalaian
saya dalam merawatnya selama sembilan tahun ini, Lulu harus mendengar betapa
saya sangat menyayanginya, betapa dia sangat berharga dalam hidup saya. Dan entah
kenapa saat itu saya juga berkata, “Lulu, kalau emang Lulu mau pergi, jangan
terlalu sakit ya (sakaratul mautnya).” Sambil mendengar semuanya, Lulu
sedikit-sedikit mengibaskan ekornya dengan lemah, membuat suara dengkuran pelan
yang membuat hati nyaman, hal yang pastinya dilakukan Lulu dengan sisa
tenaganya dan susah payah. Saya yang sudah bergelimang air mata lalu
meninggalkan Lulu sebentar untuk mengambil tisu. Ketika kembali, Lulu saya
dapati sudah hilang. Saya yang mengira Lulu kabur ke gudang atas lagi lalu
marah, “Lulu, kamu jahat, makan ga mau, tapi bisa kabur ke atas.” Begitulah,
saya merasa ditinggal olehnya. Karena begadang, saya tidur setelah subuh, tidur
begitu saja tanpa tahu, Lulu tersayang sebenarnya sedang tidur tepat di bawah
saya, di kolong tempat tidur. Entahlah, Lulu semacam tidak mau dilihat
bagaimana dia meninggal tapi ingin ada di dekat saya. Kalau saja saya tau
sebelumnya kalau Lulu tidur di bawah saya, saya mungkin akan mengangkatnya dan
membuatnya tidur di samping saya, dan saya tidak perlu memanggil-manggilnya untuk
turun dari gudang sambil memarahinya. Saya terbangun saat masih pagi karena
mendengar sesuatu di bawah kasur, setelah memanggil-manggil, “Lulu? Lulu?” dan
tidak ada reaksi lagi, saya yang setengah sadar pun tidur lagi, yep, tolol.
Terbangun lagi agak siang, karena mendengar nafas tersengal di bawah kasur,
langsung benar-benar bangun dan berdiri kali ini. “Lulu? Lulu?” tidak ada
reaksi lagi, tapi saya yakin Lulu ada di sana. Langsung saja saya bongkar
tempat tidur itu, agak lama, karena kasurnya besar dan tipikal spring bed lama,
berat, belum lagi kamar yang sempit oleh barang-barang membuatnya susah untuk
bergerak. Setelah lama berkutat dengan kasur, akhirnya saya melihat gumpalan
bulu putih abu itu, tergeletak di bawah sana, saya raba flesh pad-nya yang lembut,
dingin, Lulu sudah pergi, selama-lamanya. Saya terus terpaku di sana sampai
akhirnya kakak laki-laki saya datang, menghampiri, memeluk dan menenangkan saya,
membantu saya menerima kepergiannya. Iya, Lulu sudah pergi, apa lagi yang kita
bisa lalukan selain menerima.
Selamat jalan Lulu, terima kasih untuk segalanya,
teteh sayang Lulu, selalu.
8 comments:
Sosot ... aku nangis bacanya. Biarpun cuma punya Dipo, tapi kebayang banget kalo dia nanti (juga bakal) kayak gitu. Kucing sebagus apapun gak akan bisa gantiin. Sosot sabar ya, Lulu udah sehat disana. Semoga Lulu jadi tabungan amalan kebaikan buat Sosot dan orang-orang yg sayang Lulu. Aamiin.
ReplyDeleteAku punya kucing kaya gitu Nisa, tapi setelah Nenek aku meninggal 40 harian yang lalu, dari hari ke tujuh tahlilannya Nenek dia pergi T.T sampe sekarang belum ketemu lagi :(
ReplyDelete
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
ah nangis deh :(
ReplyDelete*pukpuk :'(
DeleteTeteh'y lulu yg sabar y..:)
ReplyDeleteIya, makasih ya :)
DeleteSosot ... aku nangis bacanya. Biarpun cuma punya Dipo, tapi kebayang banget kalo dia nanti (juga bakal) kayak gitu. Kucing sebagus apapun gak akan bisa gantiin. Sosot sabar ya, Lulu udah sehat disana. Semoga Lulu jadi tabungan amalan kebaikan buat Sosot dan orang-orang yg sayang Lulu. Aamiin.
ReplyDeleteIya Sot T.T Kayak Icha juga, biar udah punya kucing baru tetep aja yang suka disebut-sebut mah si Snoozy, huhuu.. Aamiin ya Allah, aamiin ><
DeleteAku punya kucing kaya gitu Nisa, tapi setelah Nenek aku meninggal 40 harian yang lalu, dari hari ke tujuh tahlilannya Nenek dia pergi T.T sampe sekarang belum ketemu lagi :(
ReplyDeleteWah. ai sekarang udah ketemu belum Kan? Mungkin dipelihara orang lain :)
Delete