The Chronicles of Nyanyaa

THE CHRONICLES OF NYANYAA
Ini Kisah Nyata - Ini Kisah Nyanyaa

Sunday, May 23, 2010

The Story of Two Chess Pawns


Aku, kamu, seperti dua pion catur yang berlawanan warna, di jalur yang sama.
Aku, kamu, kita adalah pion prajurit yang berseberangan, namun tepat berhadapan.
Begitukah? Begitukah aku dan kamu? Dua pion prajurit yang hanya dibedakan oleh warna? Ya, jika memang hanya itu, aku tak akan menyangkalnya.

Aku, kamu, pion prajurit yang saling bergerak maju.
Aku, kamu, kita sudah saling bertemu, sudah berhadapan, sudah berdekatan, tapi aku masih di kotakku, kamu masih di kotakmu.
Begitukah? Begitukah aku dan kamu? Pion prajurit di jalur yang sama? Yang hanya bisa saling bertemu? Aku tak bisa ke kotakmu, kamu tak bisa ke kotakku.
Begitukah? Begitukah aku dan kamu? Pion prajurit yang memang tak bisa bergerak maju lagi ketika berhadapan. Tak bisa saling menjemput, karena justru harus berjalan miring untuk bisa masuk ke kotak pion lain.

Aku tak mau begitu, aku bisa gila jika mengetahui kau dijemput oleh pion lain dari kaumku, sementara aku hanya bisa melihat dan menunggu. Aku terlalu menyukaimu. Aku menyukaimu walau kau tidak. Maka aku harap kita bukanlah pion prajurit itu. Aku butuh perumpamaan lain.

Bagaimana jika kita adalah pion menteri dengan warna berbeda? Kita akan tetap bersifat sama dan dapat berjalan dengan cara apapun yang kita mau, lalu saling menemukan. Yang satu bisa menjemput yang lainnya dan menaklukkan sang pemilik kerajaan. Bagaimana? Apa kau suka dengan perumpamaan yang baru? Aku benar-benar menyukainya!
Ya, semoga aku dan kamu berakhir begitu. Amin.

Saturday, May 15, 2010

Hey Boy, Did You Know?

Apa kamu tahu,
betapa aku tak tenang sepanjang hari menunggu saat itu?
betapa senangnya aku duduk di sampingmu?
betapa aku bersyukur dengan titik butaku yang proporsional?
betapa aku ingin menawarimu minum setelah kamu selesai makan?
betapa aku menyesal karena dia lebih dulu menawarimu?
betapa aku senang "dijemput" olehmu?
betapa aku ingin memegang kemejamu diantara orang-orang itu, takut berpisah darimu?

Apa kamu tahu,
bahwa tatapan matamu mampu membuat detak jantungku berkejaran?
bahwa senyummu membuatku meleleh?
bahwa suaramu selalu ingin aku dengar?
bahwa leluconmu benar-benar membuatku bahagia?
bahwa aku merasa kehilangan saat kau tidak disampingku?
bahwa mataku liar mencari-cari keberadaanmu dari atas sana?
bahwa aku melompat-lompat di tangga, mengikutimu dari belakang dengan perasaan luar biasa senang?
bahwa bukan dia yang bernyanyi di atas sana yang membuat senyumku berkembang tak terkendali?
bahwa aku tak ingin hari itu berakhir?

Apa kamu tahu,
berapa sering aku mencuri pandang kearahmu?
berapa banyak kata yang kutelan tanpa bisa kuucap padamu?
berapa banyak hal yang ingin kusampaikan padamu?
berapa banyak kisah yang ingin kuceritakan padamu?
berapa banyak lagu yang ingin aku nyanyikan hanya untukmu?

Apa kamu tahu,
bahwa kamu pertama dan satu-satunya dihatiku?
Tentu saja kamu tidak tahu, karena aku takkan mampu memberitahumu.

Sides of Me


Sisi pesimisku berkata:
aku akan segera terdiskualifikasi,
terbuang dari daftarnya,
terhapus dari memorinya,
semudah menekan Ctrl+Z,
semudah menggulung permen karet bekas dengan kertas dan melemparnya ke tong sampah.

Sisi jujur dalam diriku meratap:
aku tak bisa tanpanya,
dia urutan pertama dan satu-satunya,
dia tak terganti,
tidak setelah semua mimpi yang kubangun tinggi,
tidak setelah semua rasa yang terlanjur hinggap dan mencengkram erat hati.

Sisi pesimisku menimpali:
aku tak pantas,
aku nyata dan dia mimpi indah,
bersama denganku sama saja dengan memaksa dia menyiksa diri.

Sisi jujur diriku menangis dan menjerit:
aku masih ingin bertahan,
berusaha agar pantas,
tunggulah beberapa saat lagi,
aku butuh waktu untuk menyesuaikan segala kesempurnaannya.
Aku ingin dia menunggu selama yang ia bisa,
hingga tak sanggup lagi dia tatapkan mata kearahku,
hingga muak dia disampingku.

Aku lah si pesimis.
Aku lah si egois.

Lalu kemana sisi optimisku?
Apakah kau tak ingin berkata-kata?
Mungkin seluruh sisi dalam diriku akan bungkam jika kau angkat bicara.
Oh tentu saja kau diam, kau memang tak pernah ada.

Sunday, May 23, 2010

The Story of Two Chess Pawns


Aku, kamu, seperti dua pion catur yang berlawanan warna, di jalur yang sama.
Aku, kamu, kita adalah pion prajurit yang berseberangan, namun tepat berhadapan.
Begitukah? Begitukah aku dan kamu? Dua pion prajurit yang hanya dibedakan oleh warna? Ya, jika memang hanya itu, aku tak akan menyangkalnya.

Aku, kamu, pion prajurit yang saling bergerak maju.
Aku, kamu, kita sudah saling bertemu, sudah berhadapan, sudah berdekatan, tapi aku masih di kotakku, kamu masih di kotakmu.
Begitukah? Begitukah aku dan kamu? Pion prajurit di jalur yang sama? Yang hanya bisa saling bertemu? Aku tak bisa ke kotakmu, kamu tak bisa ke kotakku.
Begitukah? Begitukah aku dan kamu? Pion prajurit yang memang tak bisa bergerak maju lagi ketika berhadapan. Tak bisa saling menjemput, karena justru harus berjalan miring untuk bisa masuk ke kotak pion lain.

Aku tak mau begitu, aku bisa gila jika mengetahui kau dijemput oleh pion lain dari kaumku, sementara aku hanya bisa melihat dan menunggu. Aku terlalu menyukaimu. Aku menyukaimu walau kau tidak. Maka aku harap kita bukanlah pion prajurit itu. Aku butuh perumpamaan lain.

Bagaimana jika kita adalah pion menteri dengan warna berbeda? Kita akan tetap bersifat sama dan dapat berjalan dengan cara apapun yang kita mau, lalu saling menemukan. Yang satu bisa menjemput yang lainnya dan menaklukkan sang pemilik kerajaan. Bagaimana? Apa kau suka dengan perumpamaan yang baru? Aku benar-benar menyukainya!
Ya, semoga aku dan kamu berakhir begitu. Amin.

Saturday, May 15, 2010

Hey Boy, Did You Know?

Apa kamu tahu,
betapa aku tak tenang sepanjang hari menunggu saat itu?
betapa senangnya aku duduk di sampingmu?
betapa aku bersyukur dengan titik butaku yang proporsional?
betapa aku ingin menawarimu minum setelah kamu selesai makan?
betapa aku menyesal karena dia lebih dulu menawarimu?
betapa aku senang "dijemput" olehmu?
betapa aku ingin memegang kemejamu diantara orang-orang itu, takut berpisah darimu?

Apa kamu tahu,
bahwa tatapan matamu mampu membuat detak jantungku berkejaran?
bahwa senyummu membuatku meleleh?
bahwa suaramu selalu ingin aku dengar?
bahwa leluconmu benar-benar membuatku bahagia?
bahwa aku merasa kehilangan saat kau tidak disampingku?
bahwa mataku liar mencari-cari keberadaanmu dari atas sana?
bahwa aku melompat-lompat di tangga, mengikutimu dari belakang dengan perasaan luar biasa senang?
bahwa bukan dia yang bernyanyi di atas sana yang membuat senyumku berkembang tak terkendali?
bahwa aku tak ingin hari itu berakhir?

Apa kamu tahu,
berapa sering aku mencuri pandang kearahmu?
berapa banyak kata yang kutelan tanpa bisa kuucap padamu?
berapa banyak hal yang ingin kusampaikan padamu?
berapa banyak kisah yang ingin kuceritakan padamu?
berapa banyak lagu yang ingin aku nyanyikan hanya untukmu?

Apa kamu tahu,
bahwa kamu pertama dan satu-satunya dihatiku?
Tentu saja kamu tidak tahu, karena aku takkan mampu memberitahumu.

Sides of Me


Sisi pesimisku berkata:
aku akan segera terdiskualifikasi,
terbuang dari daftarnya,
terhapus dari memorinya,
semudah menekan Ctrl+Z,
semudah menggulung permen karet bekas dengan kertas dan melemparnya ke tong sampah.

Sisi jujur dalam diriku meratap:
aku tak bisa tanpanya,
dia urutan pertama dan satu-satunya,
dia tak terganti,
tidak setelah semua mimpi yang kubangun tinggi,
tidak setelah semua rasa yang terlanjur hinggap dan mencengkram erat hati.

Sisi pesimisku menimpali:
aku tak pantas,
aku nyata dan dia mimpi indah,
bersama denganku sama saja dengan memaksa dia menyiksa diri.

Sisi jujur diriku menangis dan menjerit:
aku masih ingin bertahan,
berusaha agar pantas,
tunggulah beberapa saat lagi,
aku butuh waktu untuk menyesuaikan segala kesempurnaannya.
Aku ingin dia menunggu selama yang ia bisa,
hingga tak sanggup lagi dia tatapkan mata kearahku,
hingga muak dia disampingku.

Aku lah si pesimis.
Aku lah si egois.

Lalu kemana sisi optimisku?
Apakah kau tak ingin berkata-kata?
Mungkin seluruh sisi dalam diriku akan bungkam jika kau angkat bicara.
Oh tentu saja kau diam, kau memang tak pernah ada.