The Chronicles of Nyanyaa

THE CHRONICLES OF NYANYAA
Ini Kisah Nyata - Ini Kisah Nyanyaa

Saturday, November 9, 2013

People Nowadays (1): KARENA AKU YANG MARAH DULUAN, BERARTI AKU YANG BENER, KAMU YANG SALAH, OKE, SIP.


                Kalau kamu seusia saya (baca: 17 tahun, giahahahaa), setidaknya sekali dalam hidupmu, kamu pernah mengalami momen di mana kamu tidak bersalah sama sekali, tapi justru kamu yang ditanya, atau dipojokkan, atau bahkan dimarahi duluan, supaya terlihat bahwa kamu lah yang bersalah. Pernah? Hihii, barusan saja saya mengalami ini lagi, karena itulah saya tergerak membuat tulisan ini.

                Tadi sore, saat sedang bermotor ria dengan kecepatan sangat rendah di jalanan kota Bandung yang padat, seorang ibu muda pejalan kaki tiba-tiba turun dari trotoar (karena trotoar penuh), memasuki badan jalan, tepat di depan saya. Hap! Tanpa tanda tanpa kata, sang ibu meloncat lincah seolah dirinya adalah sugar glider yang imut menggemaskan. Tentu saja manuver sang ibu yang tiba-tiba itu, membuatnya menjadi hampir tertabrak oleh saya. Lalu, apa yang terjadi selanjutnya? Reaksi pertama kami berdua adalah kaget, hal biasa yang kemudian menjadi spesial dengan penambahan keluhan memojokkan dari sang ibu kepada saya, seperti ini, “duu-uuuuuh,” nadanya kesal, juga meyakinkan. Seperti sedang menyebar persepsi pada sekitar bahwa dia yang benar dan sedang dirugikan.

                Sama seperti kejadian beberapa waktu lalu, saat itu saya sedang bermotor juga (soalnya nggak bisa nyetir mobil, apalagi truk pasir), tiba-tiba sebuah motor yang dikendarai ibu paruh baya dari jalan kecil di sebelah kiri memasuki badan jalan, kami hampir tabrakan. Kekagetanku saat itu lalu dimeriahkan pula oleh teriakan sang ibu, “heeeee-eeeehh!!” Persis seperti meneriaki bocah yang tertangkap basah mencuri mangga di halaman rumah pak lurah.

                Ya, saya akui kalau saya memang orang yang ceroboh dan bukan ahlinya berkendara. Maka, setiap ada ‘kejadian’ yang tidak diinginkan di perjalanan, sekecil apapun, saya akan berpikir dulu, siapa yang salah. Dan jika memang saya yang salah, maka saya biasanya akan meminta maaf, bahkan mengejar maaf kalau yang saya rugikan terlanjur pergi duluan, atau akan diam saja. Tapi, kalau tidak bersalah, saya memang tidak bisa terima diperlakukan seperti seorang yang bersalah.

                Maka saya akan menatap wajahnya, menyetel emosi dan nada bicara yang cukup meyakinkan tanpa terkesan ‘nyolot’ (semoga) untuk bertanya, “loh, siapa ya salaaah?” Biasanya (dan untungnya), orang-orang yang barusan itu akan menjadi tahu diri dengan tidak balik memarahi saya lagi. Setelah memberikan pertanyaan itu, barulah saya bisa melaju lagi tanpa ada ganjalan di hati. Fyuuuh.

                Beragamnya sifat manusia memang menarik ya, tapi kadang bikin gemes-gemes-dongkol, seperti yang barusan tadi, hihii. Di usia saya yang sekarang ini (dikira-kira aja lah ya, antara 17 atau 18), sudah lumayan sering saya mengalami atau menyaksikan pengejawantahan dari sifat defensif manusia yang satu ini. Mungkin wajar, karena pada dasarnya manusia ingin dirinya tercitra baik oleh orang lain. Apalagi kalau contohnya di jalanan seperti tadi, sifat dasar melindungi citra diri ditambah kaget dan tekanan tinggi dari kegiatan berlalu lintas biasanya akan membuat seseorang lebih ‘meledak’ dari pada kesehariannya.

                Nah, nah, dari hasil mikir-mikir sendiri yang belum teruji dan terbukti, saya menyimpulkan bahwa dapat terjadinya memarahi-orang-duluan-padahal-dirinyalah-yang-salah, adalah karena:
1. lawan yang dihadapinya terlihat inferior dan dapat diintimidasi, lebih muda, atau terlihat lebih lemah;
2. memanfaatkan persepsi yang sudah ada (dan memang benar, walaupun ada pengecualian) bahwa yang muda cenderung lebih ceroboh dan ‘grasa-grusu’ dari yang lebih tua, atau juga persepsi bahwa kendaraan umum (angkot) lebih sembarangan daripada kendaraan pribadi;
3. refleks melindungi diri yang didukung dengan tekanan-tekanan tertentu (misal kaget, atau kejadiannya berlangsung di depan banyak orang, stress lalu lintas);
4. bawaan lahir, ahahaa, sifat dasar melindungi citra diri dijadikan kebiasaan untuk ‘menyerang’ lebih dulu, orang tipe ini dapat melakukannya secara refleks jika terusik, bahkan tanpa tekanan sekalipun. Dalam kadar tertentu tidak menggangu, tapi dalam kadar lebih tinggi akan menyebalkan, atau menyebalkan banget.

                Terus gimana dong, menghadapi yang seperti itu? Kalau saya sih, cukup tunjukkan bahwa kita tidak bersalah dengan pertanyaan macam tadi, “loh, siapa yang salah?” atau pernyataan, “loh, saya kan tidak salah.” Pastikan bahwa, (1) kita memang tidak bersalah, (2) nada bicara tegas dan yakin, (3) bisa menjaga emosi supaya kalimat yang keluar tidak bernada ‘nyolot’, (4) lawan bicara terlihat dapat diajak tersadar dan tidak berpotensi melakukan kekerasan, (5) tempat kejadian aman dan tidak berpotensi mencelakakan. Kalau nggak, ya sudahlah, ikhlaskan harga dirimu dan tinggalkan tempat kejadian perkara. Rejeki mah nggak kemana :3

                Lalu bagaimana menghadapi orang yang disebut-sebut punya bawaan lahir ‘menyerang’. Mau bilang kalo listrik diputus karena dia belum udunan listrik, malah nyalahin balik kenapa kita nggak ingetin lebih awal. Mau bilang kalo kos-kosan kebakaran karena dia nggak matiin lilin, malah nyalahin balik kenapa ga matiin lilin di kamarnya dia. Gimana? Ya, kalau perkaranya tidak terlalu penting untuk dibahas dan diperbaiki, sebaiknya tidak usah dibahas. Kalau perkaranya penting, persiapkanlah mentalmu, persiapkan bahwa kamulah yang akan dicecar. Jika memang perlu dibalas, pikir-pikir dulu lah kalimat balasannya, toh biasanya sudah terbaca kan dia akan berkata apa saja. Oke? Oke?

                Kurang bermanfaat ya tulisannya, ahahaa. Tak apalah, setidaknya yang pernah mengalami akan merasa senasib seperjuangan sepenanggungan senada seirama seiya sekata. Akhir kata, semoga kita semua terhindar dari menjadi korban marah-duluan-padahal-dirinya-yang-salah, apalagiii sampai-sampai menjadi pelaku marah-duluan-padahal-dirinya-yang-salah, jangan sampai, aamiin >,<


                Sampai jumpa di postingan People Nowadays episode 2!

Saturday, November 9, 2013

People Nowadays (1): KARENA AKU YANG MARAH DULUAN, BERARTI AKU YANG BENER, KAMU YANG SALAH, OKE, SIP.


                Kalau kamu seusia saya (baca: 17 tahun, giahahahaa), setidaknya sekali dalam hidupmu, kamu pernah mengalami momen di mana kamu tidak bersalah sama sekali, tapi justru kamu yang ditanya, atau dipojokkan, atau bahkan dimarahi duluan, supaya terlihat bahwa kamu lah yang bersalah. Pernah? Hihii, barusan saja saya mengalami ini lagi, karena itulah saya tergerak membuat tulisan ini.

                Tadi sore, saat sedang bermotor ria dengan kecepatan sangat rendah di jalanan kota Bandung yang padat, seorang ibu muda pejalan kaki tiba-tiba turun dari trotoar (karena trotoar penuh), memasuki badan jalan, tepat di depan saya. Hap! Tanpa tanda tanpa kata, sang ibu meloncat lincah seolah dirinya adalah sugar glider yang imut menggemaskan. Tentu saja manuver sang ibu yang tiba-tiba itu, membuatnya menjadi hampir tertabrak oleh saya. Lalu, apa yang terjadi selanjutnya? Reaksi pertama kami berdua adalah kaget, hal biasa yang kemudian menjadi spesial dengan penambahan keluhan memojokkan dari sang ibu kepada saya, seperti ini, “duu-uuuuuh,” nadanya kesal, juga meyakinkan. Seperti sedang menyebar persepsi pada sekitar bahwa dia yang benar dan sedang dirugikan.

                Sama seperti kejadian beberapa waktu lalu, saat itu saya sedang bermotor juga (soalnya nggak bisa nyetir mobil, apalagi truk pasir), tiba-tiba sebuah motor yang dikendarai ibu paruh baya dari jalan kecil di sebelah kiri memasuki badan jalan, kami hampir tabrakan. Kekagetanku saat itu lalu dimeriahkan pula oleh teriakan sang ibu, “heeeee-eeeehh!!” Persis seperti meneriaki bocah yang tertangkap basah mencuri mangga di halaman rumah pak lurah.

                Ya, saya akui kalau saya memang orang yang ceroboh dan bukan ahlinya berkendara. Maka, setiap ada ‘kejadian’ yang tidak diinginkan di perjalanan, sekecil apapun, saya akan berpikir dulu, siapa yang salah. Dan jika memang saya yang salah, maka saya biasanya akan meminta maaf, bahkan mengejar maaf kalau yang saya rugikan terlanjur pergi duluan, atau akan diam saja. Tapi, kalau tidak bersalah, saya memang tidak bisa terima diperlakukan seperti seorang yang bersalah.

                Maka saya akan menatap wajahnya, menyetel emosi dan nada bicara yang cukup meyakinkan tanpa terkesan ‘nyolot’ (semoga) untuk bertanya, “loh, siapa ya salaaah?” Biasanya (dan untungnya), orang-orang yang barusan itu akan menjadi tahu diri dengan tidak balik memarahi saya lagi. Setelah memberikan pertanyaan itu, barulah saya bisa melaju lagi tanpa ada ganjalan di hati. Fyuuuh.

                Beragamnya sifat manusia memang menarik ya, tapi kadang bikin gemes-gemes-dongkol, seperti yang barusan tadi, hihii. Di usia saya yang sekarang ini (dikira-kira aja lah ya, antara 17 atau 18), sudah lumayan sering saya mengalami atau menyaksikan pengejawantahan dari sifat defensif manusia yang satu ini. Mungkin wajar, karena pada dasarnya manusia ingin dirinya tercitra baik oleh orang lain. Apalagi kalau contohnya di jalanan seperti tadi, sifat dasar melindungi citra diri ditambah kaget dan tekanan tinggi dari kegiatan berlalu lintas biasanya akan membuat seseorang lebih ‘meledak’ dari pada kesehariannya.

                Nah, nah, dari hasil mikir-mikir sendiri yang belum teruji dan terbukti, saya menyimpulkan bahwa dapat terjadinya memarahi-orang-duluan-padahal-dirinyalah-yang-salah, adalah karena:
1. lawan yang dihadapinya terlihat inferior dan dapat diintimidasi, lebih muda, atau terlihat lebih lemah;
2. memanfaatkan persepsi yang sudah ada (dan memang benar, walaupun ada pengecualian) bahwa yang muda cenderung lebih ceroboh dan ‘grasa-grusu’ dari yang lebih tua, atau juga persepsi bahwa kendaraan umum (angkot) lebih sembarangan daripada kendaraan pribadi;
3. refleks melindungi diri yang didukung dengan tekanan-tekanan tertentu (misal kaget, atau kejadiannya berlangsung di depan banyak orang, stress lalu lintas);
4. bawaan lahir, ahahaa, sifat dasar melindungi citra diri dijadikan kebiasaan untuk ‘menyerang’ lebih dulu, orang tipe ini dapat melakukannya secara refleks jika terusik, bahkan tanpa tekanan sekalipun. Dalam kadar tertentu tidak menggangu, tapi dalam kadar lebih tinggi akan menyebalkan, atau menyebalkan banget.

                Terus gimana dong, menghadapi yang seperti itu? Kalau saya sih, cukup tunjukkan bahwa kita tidak bersalah dengan pertanyaan macam tadi, “loh, siapa yang salah?” atau pernyataan, “loh, saya kan tidak salah.” Pastikan bahwa, (1) kita memang tidak bersalah, (2) nada bicara tegas dan yakin, (3) bisa menjaga emosi supaya kalimat yang keluar tidak bernada ‘nyolot’, (4) lawan bicara terlihat dapat diajak tersadar dan tidak berpotensi melakukan kekerasan, (5) tempat kejadian aman dan tidak berpotensi mencelakakan. Kalau nggak, ya sudahlah, ikhlaskan harga dirimu dan tinggalkan tempat kejadian perkara. Rejeki mah nggak kemana :3

                Lalu bagaimana menghadapi orang yang disebut-sebut punya bawaan lahir ‘menyerang’. Mau bilang kalo listrik diputus karena dia belum udunan listrik, malah nyalahin balik kenapa kita nggak ingetin lebih awal. Mau bilang kalo kos-kosan kebakaran karena dia nggak matiin lilin, malah nyalahin balik kenapa ga matiin lilin di kamarnya dia. Gimana? Ya, kalau perkaranya tidak terlalu penting untuk dibahas dan diperbaiki, sebaiknya tidak usah dibahas. Kalau perkaranya penting, persiapkanlah mentalmu, persiapkan bahwa kamulah yang akan dicecar. Jika memang perlu dibalas, pikir-pikir dulu lah kalimat balasannya, toh biasanya sudah terbaca kan dia akan berkata apa saja. Oke? Oke?

                Kurang bermanfaat ya tulisannya, ahahaa. Tak apalah, setidaknya yang pernah mengalami akan merasa senasib seperjuangan sepenanggungan senada seirama seiya sekata. Akhir kata, semoga kita semua terhindar dari menjadi korban marah-duluan-padahal-dirinya-yang-salah, apalagiii sampai-sampai menjadi pelaku marah-duluan-padahal-dirinya-yang-salah, jangan sampai, aamiin >,<


                Sampai jumpa di postingan People Nowadays episode 2!