The Chronicles of Nyanyaa

THE CHRONICLES OF NYANYAA
Ini Kisah Nyata - Ini Kisah Nyanyaa

Sunday, January 13, 2013

Teteh Sayang Lulu, Selalu


Pernah punya kucing yang begitu menggemaskan? Kucing yang sampai-sampai hampir setiap kamu melihatnya, you’ll whisper unwittingly, “you’re the cutest creature I’ve ever seen.” Pernah punya kucing yang membuat kamu merasa paling istimewa? Kucing yang jutek hampir pada setiap orang, tapi begitu manis kepadamu. Pernah punya kucing yang hampir selalu tau saat-saat berat dalam hidup kamu? Kucing yang seolah bisa merasa kesedihanmu, lalu menemanimu sambil memijit lenganmu. Pernah punya kucing yang sangat terganggu melihat kamu menangis? Kucing yang dengan panik mengeong-ngeong seolah memohon padamu untuk berhenti menangis. Pernah punya kucing yang akan mencarimu kemana pun saat mendengar suara tangis palsumu? Kucing yang berlarian ke tempat kamu berada ketika kamu mengeluarkan suara tangis palsu, seolah-olah kamu adalah anaknya yang harus dia rawat. Pernah punya kucing yang dengan mendengar suara dengkurannya akan membuat kamu merasa sangat nyaman? Kucing yang dengan rela perutnya dijadikan bantal nyaman hanya supaya kamu bisa mendengar suara dengkurnya yang lembut. Pernah punya kucing yang tidak pernah mau menggunakan cakarnya kepadamu? Kucing yang ketika diganggu bagaimana pun olehmu hanya akan menggertak dengan mengayunkan cakarnya kepadamu, lalu memasukkan kukunya tepat sebelum mengenai kulitmu. Pernah punya kucing yang membuatmu merasa penting? Kucing yang menggulung-gulung diri di pakaian kotormu ketika kamu tidak ada di rumah, kucing yang hanya mau disuapi makan olehmu ketika sakit. Pernah punya kucing yang bisa memijit lengan dan kaki? Kucing yang memijit dengan hebat, dengan dua kaki belakangnya, bukan dengan kaki depan, jadi pegal-pegal di lenganmu bisa hilang, dan cara memanggilnya untuk memiijit cukup dengan pura-pura menangis, hee.

Saya punya kucing yang seperti itu, ‘pernah’ punya, namany Lulu, dibeli di sebuah cat breeder sembilan tahun lalu dengan sepenuh usaha dan air mata. Saat itu saya masih SMP, uang jajan masih seadanya, demi mengumpulkan uang untuk membeli kucing yang (bagi saya)keterlaluan mahalnya, saya harus benar-benar berhemat, makan makanan bekal dari rumah, atau berlapar-lapar kalau perlu, demi mengadopsi kucing lucu yang kemudian saya namai Lulu (walaupun akhirnya, saya hanya berhasil menyumbangkan 1/6 dari harga Lulu, hee).

Sembilan tahun lalu, saya pernah menangis malam-malam, agak frustasi saat itu, 2 bulan usaha menabung, hanya menghasilkan uang dua ratus ribu lebih sedikit, harga kucing idaman saya saat itu rata-rata 1,2 juta, aduh, there’s still a long long long way to go through. Malam-malam di sembilan tahun setelah itu, yang saya tangisi adalah kucing yang sama, menyuapinya sambil berkata, “kamu harus sembuh Lulu.” Sekarang, drama-drama air mata untuk mendapatkan dan mempertahankan Lulu sudah berakhir, ya, Lulu sudah pergi selama-lamanya dari hidup saya.

Lulu mulai malas makan seminggu yang lalu, berlanjut terus sampai akhirnya dia pergi siang ini. Sakitnya Lulu kali ini beda, rasanya seperti sudah punya firasat bakal ditinggal selamanya. Salah satunya karena Lulu sempat menghilang dua kali selama sakitnya, mengurung diri di gudang atas yang susah dijangkau manusia, cuma bisa diakses dengan membuka genting atap rumah. Entah kenapa, semua kucing yang pernah saya pelihara selalu menghilang tiba-tiba saat akan pergi selamanya, tidak pernah mau sakit dan meninggal di depan saya, mungkin memang begitu kelakuan kucing peliharaan. Jadi ketika Lulu hilang saat sakit, saya sudah frustasi dan merasa janggal. Susah payah saya buang semua pikiran buruk, karena memang begitu kan, siapapun di dunia tidak ada yang bisa mengira-ngira tentang kematian. Maka setiap hari saya menyemangati (atau mungkin membebani) Lulu dengan berkata, “Lulu, ayo cepet sembuh,” “Lulu, kamu harus sembuh,” “Lulu, ayo dong sembuh, Lulu kan janji ga akan ninggalin teteh sebelum teteh nikah,” “Lulu, sembuh dong, inget ya, Lulu ga boleh ninggalin teteh,” “Luluuu, sembuh, kalo Lulu ga ada, teteh sama siapaaa,” dan kalimat-kalimat serupa lainnya. Sampai akhirnya, malam kemarin, entah kenapa, saya ungkapkan semua yang menurut saya harus saya sampaikan ke Lulu, hal-hal yang saya ingin Lulu dengar. Bukan lagi kalimat memintanya untuk sehat, tapi kalimat-kalimat terima kasih, maaf, dan sayang. Lulu harus mendengar betapa saya berterima kasih atas keberadaan dan segala yang dia lakukan dalam hidup saya, Lulu harus mendengar betapa saya menyesal atas segala kelalaian saya dalam merawatnya selama sembilan tahun ini, Lulu harus mendengar betapa saya sangat menyayanginya, betapa dia sangat berharga dalam hidup saya. Dan entah kenapa saat itu saya juga berkata, “Lulu, kalau emang Lulu mau pergi, jangan terlalu sakit ya (sakaratul mautnya).” Sambil mendengar semuanya, Lulu sedikit-sedikit mengibaskan ekornya dengan lemah, membuat suara dengkuran pelan yang membuat hati nyaman, hal yang pastinya dilakukan Lulu dengan sisa tenaganya dan susah payah. Saya yang sudah bergelimang air mata lalu meninggalkan Lulu sebentar untuk mengambil tisu. Ketika kembali, Lulu saya dapati sudah hilang. Saya yang mengira Lulu kabur ke gudang atas lagi lalu marah, “Lulu, kamu jahat, makan ga mau, tapi bisa kabur ke atas.” Begitulah, saya merasa ditinggal olehnya. Karena begadang, saya tidur setelah subuh, tidur begitu saja tanpa tahu, Lulu tersayang sebenarnya sedang tidur tepat di bawah saya, di kolong tempat tidur. Entahlah, Lulu semacam tidak mau dilihat bagaimana dia meninggal tapi ingin ada di dekat saya. Kalau saja saya tau sebelumnya kalau Lulu tidur di bawah saya, saya mungkin akan mengangkatnya dan membuatnya tidur di samping saya, dan saya tidak perlu memanggil-manggilnya untuk turun dari gudang sambil memarahinya. Saya terbangun saat masih pagi karena mendengar sesuatu di bawah kasur, setelah memanggil-manggil, “Lulu? Lulu?” dan tidak ada reaksi lagi, saya yang setengah sadar pun tidur lagi, yep, tolol. Terbangun lagi agak siang, karena mendengar nafas tersengal di bawah kasur, langsung benar-benar bangun dan berdiri kali ini. “Lulu? Lulu?” tidak ada reaksi lagi, tapi saya yakin Lulu ada di sana. Langsung saja saya bongkar tempat tidur itu, agak lama, karena kasurnya besar dan tipikal spring bed lama, berat, belum lagi kamar yang sempit oleh barang-barang membuatnya susah untuk bergerak. Setelah lama berkutat dengan kasur, akhirnya saya melihat gumpalan bulu putih abu itu, tergeletak di bawah sana, saya raba flesh pad-nya yang lembut, dingin, Lulu sudah pergi, selama-lamanya. Saya terus terpaku di sana sampai akhirnya kakak laki-laki saya datang, menghampiri, memeluk dan menenangkan saya, membantu saya menerima kepergiannya. Iya, Lulu sudah pergi, apa lagi yang kita bisa lalukan selain menerima.

Selamat jalan Lulu, terima kasih untuk segalanya, teteh sayang Lulu, selalu.

8 comments:

  1. Teteh'y lulu yg sabar y..:)

    ReplyDelete
  2. Sosot ... aku nangis bacanya. Biarpun cuma punya Dipo, tapi kebayang banget kalo dia nanti (juga bakal) kayak gitu. Kucing sebagus apapun gak akan bisa gantiin. Sosot sabar ya, Lulu udah sehat disana. Semoga Lulu jadi tabungan amalan kebaikan buat Sosot dan orang-orang yg sayang Lulu. Aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Sot T.T Kayak Icha juga, biar udah punya kucing baru tetep aja yang suka disebut-sebut mah si Snoozy, huhuu.. Aamiin ya Allah, aamiin ><

      Delete
  3. Aku punya kucing kaya gitu Nisa, tapi setelah Nenek aku meninggal 40 harian yang lalu, dari hari ke tujuh tahlilannya Nenek dia pergi T.T sampe sekarang belum ketemu lagi :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah. ai sekarang udah ketemu belum Kan? Mungkin dipelihara orang lain :)

      Delete

Sunday, January 13, 2013

Teteh Sayang Lulu, Selalu


Pernah punya kucing yang begitu menggemaskan? Kucing yang sampai-sampai hampir setiap kamu melihatnya, you’ll whisper unwittingly, “you’re the cutest creature I’ve ever seen.” Pernah punya kucing yang membuat kamu merasa paling istimewa? Kucing yang jutek hampir pada setiap orang, tapi begitu manis kepadamu. Pernah punya kucing yang hampir selalu tau saat-saat berat dalam hidup kamu? Kucing yang seolah bisa merasa kesedihanmu, lalu menemanimu sambil memijit lenganmu. Pernah punya kucing yang sangat terganggu melihat kamu menangis? Kucing yang dengan panik mengeong-ngeong seolah memohon padamu untuk berhenti menangis. Pernah punya kucing yang akan mencarimu kemana pun saat mendengar suara tangis palsumu? Kucing yang berlarian ke tempat kamu berada ketika kamu mengeluarkan suara tangis palsu, seolah-olah kamu adalah anaknya yang harus dia rawat. Pernah punya kucing yang dengan mendengar suara dengkurannya akan membuat kamu merasa sangat nyaman? Kucing yang dengan rela perutnya dijadikan bantal nyaman hanya supaya kamu bisa mendengar suara dengkurnya yang lembut. Pernah punya kucing yang tidak pernah mau menggunakan cakarnya kepadamu? Kucing yang ketika diganggu bagaimana pun olehmu hanya akan menggertak dengan mengayunkan cakarnya kepadamu, lalu memasukkan kukunya tepat sebelum mengenai kulitmu. Pernah punya kucing yang membuatmu merasa penting? Kucing yang menggulung-gulung diri di pakaian kotormu ketika kamu tidak ada di rumah, kucing yang hanya mau disuapi makan olehmu ketika sakit. Pernah punya kucing yang bisa memijit lengan dan kaki? Kucing yang memijit dengan hebat, dengan dua kaki belakangnya, bukan dengan kaki depan, jadi pegal-pegal di lenganmu bisa hilang, dan cara memanggilnya untuk memiijit cukup dengan pura-pura menangis, hee.

Saya punya kucing yang seperti itu, ‘pernah’ punya, namany Lulu, dibeli di sebuah cat breeder sembilan tahun lalu dengan sepenuh usaha dan air mata. Saat itu saya masih SMP, uang jajan masih seadanya, demi mengumpulkan uang untuk membeli kucing yang (bagi saya)keterlaluan mahalnya, saya harus benar-benar berhemat, makan makanan bekal dari rumah, atau berlapar-lapar kalau perlu, demi mengadopsi kucing lucu yang kemudian saya namai Lulu (walaupun akhirnya, saya hanya berhasil menyumbangkan 1/6 dari harga Lulu, hee).

Sembilan tahun lalu, saya pernah menangis malam-malam, agak frustasi saat itu, 2 bulan usaha menabung, hanya menghasilkan uang dua ratus ribu lebih sedikit, harga kucing idaman saya saat itu rata-rata 1,2 juta, aduh, there’s still a long long long way to go through. Malam-malam di sembilan tahun setelah itu, yang saya tangisi adalah kucing yang sama, menyuapinya sambil berkata, “kamu harus sembuh Lulu.” Sekarang, drama-drama air mata untuk mendapatkan dan mempertahankan Lulu sudah berakhir, ya, Lulu sudah pergi selama-lamanya dari hidup saya.

Lulu mulai malas makan seminggu yang lalu, berlanjut terus sampai akhirnya dia pergi siang ini. Sakitnya Lulu kali ini beda, rasanya seperti sudah punya firasat bakal ditinggal selamanya. Salah satunya karena Lulu sempat menghilang dua kali selama sakitnya, mengurung diri di gudang atas yang susah dijangkau manusia, cuma bisa diakses dengan membuka genting atap rumah. Entah kenapa, semua kucing yang pernah saya pelihara selalu menghilang tiba-tiba saat akan pergi selamanya, tidak pernah mau sakit dan meninggal di depan saya, mungkin memang begitu kelakuan kucing peliharaan. Jadi ketika Lulu hilang saat sakit, saya sudah frustasi dan merasa janggal. Susah payah saya buang semua pikiran buruk, karena memang begitu kan, siapapun di dunia tidak ada yang bisa mengira-ngira tentang kematian. Maka setiap hari saya menyemangati (atau mungkin membebani) Lulu dengan berkata, “Lulu, ayo cepet sembuh,” “Lulu, kamu harus sembuh,” “Lulu, ayo dong sembuh, Lulu kan janji ga akan ninggalin teteh sebelum teteh nikah,” “Lulu, sembuh dong, inget ya, Lulu ga boleh ninggalin teteh,” “Luluuu, sembuh, kalo Lulu ga ada, teteh sama siapaaa,” dan kalimat-kalimat serupa lainnya. Sampai akhirnya, malam kemarin, entah kenapa, saya ungkapkan semua yang menurut saya harus saya sampaikan ke Lulu, hal-hal yang saya ingin Lulu dengar. Bukan lagi kalimat memintanya untuk sehat, tapi kalimat-kalimat terima kasih, maaf, dan sayang. Lulu harus mendengar betapa saya berterima kasih atas keberadaan dan segala yang dia lakukan dalam hidup saya, Lulu harus mendengar betapa saya menyesal atas segala kelalaian saya dalam merawatnya selama sembilan tahun ini, Lulu harus mendengar betapa saya sangat menyayanginya, betapa dia sangat berharga dalam hidup saya. Dan entah kenapa saat itu saya juga berkata, “Lulu, kalau emang Lulu mau pergi, jangan terlalu sakit ya (sakaratul mautnya).” Sambil mendengar semuanya, Lulu sedikit-sedikit mengibaskan ekornya dengan lemah, membuat suara dengkuran pelan yang membuat hati nyaman, hal yang pastinya dilakukan Lulu dengan sisa tenaganya dan susah payah. Saya yang sudah bergelimang air mata lalu meninggalkan Lulu sebentar untuk mengambil tisu. Ketika kembali, Lulu saya dapati sudah hilang. Saya yang mengira Lulu kabur ke gudang atas lagi lalu marah, “Lulu, kamu jahat, makan ga mau, tapi bisa kabur ke atas.” Begitulah, saya merasa ditinggal olehnya. Karena begadang, saya tidur setelah subuh, tidur begitu saja tanpa tahu, Lulu tersayang sebenarnya sedang tidur tepat di bawah saya, di kolong tempat tidur. Entahlah, Lulu semacam tidak mau dilihat bagaimana dia meninggal tapi ingin ada di dekat saya. Kalau saja saya tau sebelumnya kalau Lulu tidur di bawah saya, saya mungkin akan mengangkatnya dan membuatnya tidur di samping saya, dan saya tidak perlu memanggil-manggilnya untuk turun dari gudang sambil memarahinya. Saya terbangun saat masih pagi karena mendengar sesuatu di bawah kasur, setelah memanggil-manggil, “Lulu? Lulu?” dan tidak ada reaksi lagi, saya yang setengah sadar pun tidur lagi, yep, tolol. Terbangun lagi agak siang, karena mendengar nafas tersengal di bawah kasur, langsung benar-benar bangun dan berdiri kali ini. “Lulu? Lulu?” tidak ada reaksi lagi, tapi saya yakin Lulu ada di sana. Langsung saja saya bongkar tempat tidur itu, agak lama, karena kasurnya besar dan tipikal spring bed lama, berat, belum lagi kamar yang sempit oleh barang-barang membuatnya susah untuk bergerak. Setelah lama berkutat dengan kasur, akhirnya saya melihat gumpalan bulu putih abu itu, tergeletak di bawah sana, saya raba flesh pad-nya yang lembut, dingin, Lulu sudah pergi, selama-lamanya. Saya terus terpaku di sana sampai akhirnya kakak laki-laki saya datang, menghampiri, memeluk dan menenangkan saya, membantu saya menerima kepergiannya. Iya, Lulu sudah pergi, apa lagi yang kita bisa lalukan selain menerima.

Selamat jalan Lulu, terima kasih untuk segalanya, teteh sayang Lulu, selalu.

8 comments:

  1. Teteh'y lulu yg sabar y..:)

    ReplyDelete
  2. Sosot ... aku nangis bacanya. Biarpun cuma punya Dipo, tapi kebayang banget kalo dia nanti (juga bakal) kayak gitu. Kucing sebagus apapun gak akan bisa gantiin. Sosot sabar ya, Lulu udah sehat disana. Semoga Lulu jadi tabungan amalan kebaikan buat Sosot dan orang-orang yg sayang Lulu. Aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Sot T.T Kayak Icha juga, biar udah punya kucing baru tetep aja yang suka disebut-sebut mah si Snoozy, huhuu.. Aamiin ya Allah, aamiin ><

      Delete
  3. Aku punya kucing kaya gitu Nisa, tapi setelah Nenek aku meninggal 40 harian yang lalu, dari hari ke tujuh tahlilannya Nenek dia pergi T.T sampe sekarang belum ketemu lagi :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah. ai sekarang udah ketemu belum Kan? Mungkin dipelihara orang lain :)

      Delete